28 Desember 2009

HEBOH,,, "ANTARA ANDA DAN FACEBOOK"

Kecanggihan teknologi informasi khususnya internet telah membawa kemajuan yang sangat pesat di seluruh aspek kehidupan. Berapa banyak kawan lama yang kembali bersilaturahim berkat situs jejaring rekaan Mark Zuckerberg bernama Facebook. Berapa banyak bisnis berjalan mulus dan berkembang berkat distribusi dan jaringan melalui internet. Berapa pula banyak orang yang menjadi religius berkat siraman rohani dari berbagai situs dakwah yang bertebaran di dunia maya.
Namun dibalik manfaat kecanggihan internet itu tidak sedikit pula mudharat yang bakal menimpa penggunanya. Edward Richardson, pria asal London, Inggris tega membunuh mantan istrinya. Penyebabnya hal sepele, yakni setelah mengetahui kalau mantan istrinya tersebut telah mengubah status ’single’ di Facebooknya. Tidak sedikit juga pengguna internet menjadi tidak produktif karena waktunya habis terbuang hanya untuk memperhatikan perkembangan Facebooknya.
Jika Facebook dan produk internet lainnya telah melalaikan dan menurunkan produktivitas kita sebagai seorang muslim itu tandanya kita harus waspada. Islam –dengan ke-syumul-annya– menawarkan konsep “manusia produktif” kepada setiap orang sekaligus mengantarkan mereka menembus nilai-nilai ilahiyyah yang sering tertutup oleh tabir kegelapan jahiliyyah.

Beberapa waktu lalu, tersiar kabar bahwa salah satu organisasi Islam di Jawa Timur mewacanakan pengharaman facebook. Tentu saja kabar ini segera menarik respon banyak kalangan, baik dari masyarakat umum maupun Majelis Ulama Indonesia. Dalam wawancara di sebuah stasiun televisi, ketua MUI, H. Amidhan, membantah kalau pengharaman itu berasal dari MUI. Sementara, pendapat masyarakat yang diwawancarai mengenai pengharaman facebook oleh ulama ditanggapi dingin. Menurutnya, ulama yang mengharamkan facebook “kurang kerjaan”.
Ormas Islam dan Fatwa
Dalam Al Qur’an, terdapat perintah agar suatu masyarakat Islam mempunyai sekumpulan orang ahli dalam bidang agama. Sekelompok orang ini difasilitasi oleh masyarakat tersebut untuk menjadi kelompok cendekia. Tugas mereka setelah selesai belajar adalah kembali ke masyarakat untuk mengajarkan agama kepada mereka.
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS At Taubah [9]: 122)
www.sjdowntown.com
Ayat ini setidaknya memberi ruang bagi kelompok-kelompok masyarakat untuk menyusun sendiri program keagamaan mereka. Sehingga, hampir setiap organisasi masyarakat yang berbasis agama Islam mempunyai semacam ‘majelis fatwa’. NU dan Muhammadiyah misalnya masing-masing mempunyai majelis fatwa dan majelis tarjih. Demikian juga dengan ormas Islam lainnya. Tujuan dari majelis atau dewan fatwa ini adalah untuk merumuskan hukum atas suatu masalah dengan metode istinbath (perumusan) hukum yang sesuai dengan faham masing-masing.
Selain majelis fatwa, beberapa organisasi dan pesantren juga mempunyai program rutin yang disebut pembahasan masalah (bahtsul masa’il). Kegiatan ini biasanya terbuka untuk umum dengan menghadirkan beberapa ahli sebagai narasumber. Topik yang dibahas bermacam-macam. Baik persoalan yang baru muncul maupun persoalan lama yang dianggap masih menyisakan perdebatan. Hasil dari pembahasan ini ada yang di publikasikan ke luar institusi, ada pula yang cukup hanya menjadi hasil kajian internal.
Hasil dari perumusan hukum yang dihasilkan oleh majelis fatwa dan kesimpulan dari bahtsul masa’il oleh institutsi Islam bukanlah fatwa secara mutlak. Sebab fatwa harus dikeluarkan oleh institusi yang resmi dan mengikat secara menyeluruh kepada umat Islam. Oleh karena itu, apapun yang dihasilkan, baik oleh mejelis fatwa dari satu ormas Islam maupun hasil kajian dari sebuah institusi keislaman seyogyanya dilimpahkan kepada Majelis Ulama Indonesia, sebagai institusi resmi di Indoensia. MUI inilah yang mempunyai kapasitas mengeluarkan fatwa.
Facebook dan Etika Islam
Facebook merupakan sebuah fitur yang memungkinkan seseorang berkomunikasi dengan banyak orang secara sangat mudah. Facebook menjadikan pertemanan semakin mudah dan dekat. Seseorang di Jakarta dapat memperoleh teman atau kenalan di New York dan berkomunikasi dengannya hampir di setiap saat dengan biaya sangat murah. Facebook juga memungkinkan mereka saling bertukar foto dan profil masing-masing sehingga lebih saling mengenal jauh lebih baik dari sekedar berkomunikasi lewat telpon.
Bagaimana dengan etika dalam komunikasi facebook? Sama halnya dengan komunikasi via telepon yang sudah lebih dulu digunakan, komunikasi via facebook juga menuntut etika tertentu. Meski secara teknis tidak ada pembatasan dalam hal berucap atau penayangan profil –bisa saja seseorang berkata-kata tidak senonoh atau menampilkan profil yang kurang bersusila- akan tetapi sanksi moral yang diperoleh justru lebih berat dan lebih cepat. Sebab dalam facebook, profil seseorang yang sudah menjadi “teman” dapat dilihat dan diakses oleh temannya yang lain. Karena itu, seseorang akan berpikir seribu kali jika dia ingin menampilkan sesuatu yang “jorok”. Itu sama saja dengan bertelanjang di muka umum.
Dalam etika Islam, sangat tidak disukai (baca: dilarang) seorang pria dan wanita yang bukan muhrim berdua-duaan. Rasulullah saw. Bersabda: “Janganlah sekali-kali seseorang di antara kalian bersunyi-sunyi dengan seorang perempuan lain kecuali disertai muhrimnya”. HR Bukhari dan Muslim.
Hadis di atas mengisyaratkan suatu prinsip dasar etika pergaulan dalam Islam berkaitan dengan hubungan laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim. Prinsip tersebut adalah larangan pria dan wanita yang bukan muhrim untuk berduaan di tempat yang sunyi. Kalau kasusnya ditarik kepada kasus facebook, maka pertanyaannya adalah apakah berkomunikasi dalam facebook itu sama dengan atau sama bahayanya dengan berduaan di tempat sunyi. Jika sama, tentu hukumnya akan sama pula. Jika tidak, maka hukumnya tidak bisa dipersamakan. Dalam metodologi hukum Islam, metode ini disebut analogi atau qiyas.
Prinsip etika Islam lainnya dalam bergaul adalah larangan bergunjing, menhasut, berkata porno, serta perintah untuk mengucapkan sapaan yang baik, menjawab salam dan seterusnya. Prinsip-prinsip ini jika dapat diterapkan dalam pergaulan dan komunikasi facebook tentu menjadi pergaulan yang baik.
Kesimpulan
Dari paparan di atas, dapat difahami bahwa facebook sebagai alat dan media komunikasi menempati posisi bebas nilai. Seperti halnya telepon, surat menyurat, dan sebagainya, facebook tidak menempati posisi halal atau haram. Tatacara berkomunikasi, isi komunikasi, serta profil yang ditampilkan, itulah yang bisa dinilai. Apakah sesuai dengan norma dan etika Islam atau tidak. Seorang muslim selayaknya memperhatikan nilai-nilai akhlak Islam dalam setiap aktivitasnya, termasuk dalam menggunakan facebook. (DEPT.KOMINFO BEM PUSAT)

WWW.nuansaislam.com
WWW.dakwatuna.com

25 Desember 2009

RAHASIA HIJRIYAH

Hijrah adalah keniscayaan. Allah swt. membangun sistem di alam ini berdasarkan gerak. Pelanit bergerak, berjalan pada porosnya. Allah berfirman: ”Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. Yasin: 38). Imam Syafii’i menggambarkan dalam sya’irnya yang sangat indah bahwa air yang tergenang akan busuk dan air yang mengalir akan bening dan jernih. Seandainya matahari berhenti di ufuk timur terus menerus, niscaya manusia akan bosan dan stres.

Benar, hijrah sebuah keniscayaan. Karena dalam diam tersimpan segala macam keburukan. Mobil yang didiamkan berhari-hari akan karat dan hancur. Jasad yang didudukkan terus menerus akan mengidap banyak penyakit. Itulah rahasia mengapa harus olah raga. Syaikh Muhammad Al Ghazali berkata: ”Bahwa orang-orang yang nganggur adalah manusia yang mati. Ibarat pohonan yang tanpa buah para penganggur itu adalah manusia-manusia yang wujudnya menghabiskan keberkahan.”

Terbukanya kota Mekah adalah keberkahan hijrah. Seandainya Rasulullah saw. dan sahabat-sahabatnya tetap berdiam di kota Mekah, tidak pernah terbayang akan lahir sebuah kekuatan besar yang kemudian menyebarkan rahmat bagi seluruh alam. Sungguh berkat hijrah ke kota Madinah kekuatan baru umat Islam terbangun, yang darinya kepemimpinan Islam merambah jauh, tidak hanya melampaui kota Mekah, pun tidak hanya melampaui Jazirah Arabia, melainkan lebih dari itu melampaui Persia dan Romawi.

Ada beberapa dimensi hijrah yang harus kita wujudkan dalam hidup kita sehari-hari di era modern ini, agar kita medapatkan keberkahan:

Pertama, dimensi personal, bahwa setiap mukmin harus selalu lebih baik kwalitas keimannya dari hari kemarin. Karenanya dalam Al-Qur’an Allah swt. selalu menggunakan kata ahsanu amala (paling baiknya amal). Maksudnya bahwa tidak pantas seorang mukmin masuk di lubang yang sama dua kali. Itulah sebabnya mengapa sepertiga Al-Qur’an menggambarkan peristiwa sejarah. Itu untuk menekankan betapa pentingnya belajar dari sejarah dalam membangun ketaqwaan. Dari sini kita paham mengapa Allah swt. dalam surah Al Hasyr:18 menyandingkan perintah bertaqwa dengan perintah belajar dari sejarah: ”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Kedua, dimensi sosial, bahwa seorang mukmin tidak pantas berbuat dzalim, mengambil penghasilan secara haram dan hidup bersenang-senang di atas penderitaan orang lain. Seorang mukmin harus segera hijrah dari situasi sosial semacam ini. Seorang mukmin harus segera membangun budaya takaful –saling menanggung-. Itulah rahasia disyari’atkannya zakat. Bahwa di dalam harta yang kita punya ada hak orang lain yang harus dipenuhi. Allah berfirman : ”Walladziina fii amwaalihim haqqun ma’luum (dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu.”) (QS. Al Maarij: 24).

Dan ini telah terbukti dalam sejarah bahwa membangun budaya takaful akan menyelesaikan banyak penyakit sosial yang akhir-akhir ini sangat mencekam. Terlalu tingginya angka kemiskinan dan penganggguran di tengah negeri yang kaya secara sumber alam, sungguh suatu pemandangan yang naif. Namun ini tentu ada sebabnya, di antaranya yang paling pokok adalah karena kedzaliman dan ketidak jujuran. Dari sini jelas bahwa hijrah yang harus dibuktikan saat ini adalah komitmen untuk tidak lagi mengulangi budaya korupsi. Sebab dari budaya inilah berbagai penyakit sosial lainnya tak terhindarkan.

Ketiga, dimensi dakwah, bahwa seorang mukmin tidak boleh berhenti pada titik sekedar mengaku sebagai seorang mukmin secara ritual saja, melainkan harus dibuktikan dengan mengajak orang lain kepada kebaikan. Ingat bahwa syetan siang dan malam selalu bekerja keras mengajak orang lain ke neraka. Syetan berkomitmen untuk tidak masuk neraka sendirian.

Dari sini saatnya seorang mukmin harus bersaing dengan syetan. Ia harus hijrah dari sikap pasif kepada sikap produktif. Produktif dalam arti bekerja keras mengajak orang lain ke jalan Allah. Sebab tidak pantas seorang mukmin bersikap pasif. Pasifnya seorang mukmin bukan saja akan membawa banyak bakteri pelemah iman, melainkan juga membawa bencana bagi kemanusiaan.

Itulah sebabnya mengapa seorang pemikir muslim abad ini dari India Syaikh Abul Hasan Ali An-Nadwi menulis sebuah buku yang sangat terkenal dan menomental: maadzaa khasiral aalam bin khithaathil muslimiin ( betapa dahsyatnya kerugian yang dialami dunia ketika umat Islam tidak berdaya).

Ini benar, bahwa dunia ini memang membutuhkan umat Islam yang berdaya. Umat Islam yang produktif. Bukan umat Islam yang pasif. Dan kini kita menyaksikan dengan mata kepada betapa kerusakan merejalela melanda kemanusiaan akibat dari lemahnya umat Islam. Bandingkan dengan dulu ketika Umar Bin Khaththab dan Umar bin Abdul Aziz memimpin dunia. Inilah hijrah yang harus segara kita buktikan. Wallhu a’lam bishshawab.

14 Desember 2009

virus itu bernama "korupsi"

Bagaimanapun juga Indonesia adalah negara kita, tempat dimana kita dilahirkan dan dibesarkan. Oleh karena itu perlu kita ketahui bersama, dan sejenak kita menengok dari masa ke masa bahwa sudah berganti-ganti pemerintahan, korupsi tak juga berkurang di negeri ini.
Karena itu Prof Achmad Ali mengusulkan hukuman potong tangan bagi para koruptor.
Kenapa tidak dicoba?
Korupsi, menurut World Bank (1997), adalah menggunakan kewenangan publik untuk
mendapatkan keuntungan atau manfaat individu. Ada pula yang menyebut korupsi
adalah mengambil bagian yang bukan menjadi haknya. Definisi lain, korupsi adalah
mengambil secara tidak jujur perbendaharaan milik publik atau barang yang
diadakan dari pajak yang dibayarkan masyarakat untuk kepentingan memperkaya
dirinya sendiri. Korupsi juga berarti tingkah laku yang menyimpang dari
tugas-tugas resmi suatu jabatan secara sengaja untuk memperoleh keuntungan
berupa status, kekayaan atau uang untuk perorangan, keluarga dekat atau kelompok
sendiri.

Menurut bapak sosiologi Islam, Ibnu Khaldun (1332-1406), sebab utama korupsi
adalah nafsu untuk hidup mewah dari para pemegang kekuasaan. Nafsu semacam itu
ada di dalam diri setiap manusia. Yang belum tentu dimiliki manusia adalah
kekuasaan dan kemampuan untuk mengendalikannya. Di negeri ini, upaya
mengendalikan atau memberantas korupsi sudah dilakukan sedemikian rupa.
Hasilnya, korupsi tetap menjadi penyakit yang seolah tak tersembuhkan.

Masa Pemerintahan Soekarno (1945-1967)

Kini banyak orang mengira korupsi hanya berkembang di masa pemerintahan
Soeharto. Padahal hal itu sudah dirintis di masa pemerintahan Presiden RI
pertama, Ir Soekarno. Dan salah satu pelaku utamanya adalah militer. Di masa
pemerintahannya Soekarno pernah melakukan rasionalisasi perusahaan-perusahaan
asing melalui suatu Undang-undang (UU). Tetapi sebelum UU tersebut diberlakukan
(1958), pihak militer (AD) telah melakukan aksi sepihak dan merebut
perusahaan-perusahaan asing itu. Pada tanggal 13 Desember 1957 Mayor Jenderal AH
Nasution (KSAD pada saat itu) mengeluarkan larangan pengambilalihan perusahaan
Belanda tanpa sepengetahuan militer dan menempatkan perusahaan-perusahaan yang
diambil alih tersebut di bawah pengawasan militer.

Pemerintah juga menerapkan kebijakan Politik Benteng dengan memberikan bantuan
kredit dan fasilitas kepada pengusaha-pengusaha pribumi. Tapi program ini tidak
melahirkan pengusaha pribumi yang tangguh, justru menumbuhkan praktik kolusi,
korupsi, dan nepotisme (KKN). Pengusaha-pengusaha yang mendapatkan lisensi
hanyalah pengusaha-pengusaha yang dekat dengan pemerintah dan kekuatan-kekuatan
politik yang dominan.

Pemerintahan Demokrasi Terpimpin gagal mengatasi disintegrasi administrasi
kenegaraan. Perekonomian tetap tergantung pada birokrasi partai-partai politik
dan militer. Aparat negara tak bekerja dengan baik dan korupsi semakin
merajalela.

Masa Pemerintahan Soeharto (1965-1998)

Pemerintah menggunakan pendekatan ‘pembangunan’ di sektor ekonomi untuk
mengatasi persoalan-persoalan yang muncul di masa Orde Lama pimpinan Soekarno.
Pertumbuhan ekonomi menjadi target utama, dengan terus mengontrol kekuasaan
politik agar dapat menjalankan program pembangunan. Persoalan kebocoran atau
korupsi menjadi persoalan nomor dua.

Pemerintahan ini diwarnai oleh tiga fenomena, yakni: kerjasama antara pimpinan
militer dengan pengusaha keturunan Cina, kompetisi antara pengusaha pribumi
dengan pengusaha keturunan Cina, dan pengaruh perusahaan-perusahaan negara yang
dikontrol oleh militer melawan teknokrat yang mendukung liberalisasi dan
intervensi Barat.

Pertamina yang merupakan mesin utama pendukung kekuasaan, menjadi sarang
korupsi, patronase, dan penyedotan sumber dana sehingga BUMN ini sempat ambruk
pada tahun 1975-1976. Di bawah pimpinan Ibnu Sutowo, operasi Pertamina tertutup
bagi publik dan laporan tahunan keuangannya tidak pernah diumumkan. Kepentingan
Soeharto dan tentara sangat besar terhadap Pertamina.

Pada bulan Januari 1970 beberapa organisasi mahasiswa Indonesia turun ke jalan
untuk memprotes korupsi yang terjadi di dalam tubuh pemerintahan. Presiden
Soeharto pada saat itu segera mengumumkan pembentukan Komisi IV, Mohammad Hatta
ditunjuk sebagai penasihat presiden untuk tersebut.

Diterapkannya perangkat hukum (UU No 3 tahun 1971) tentang pemberantasan
korupsi, tidak berfungsi seperti yang diharapkan. Meskipun sistem politik
Indonesia mengenal lembaga kontrol pemerintahan, seperti DPR, BPK, ataupun
Kejaksaan Agung dan Badan Penertiban Aparatur Negara, tetapi lembaga-lembaga
tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Tahun 1990 Jendral M Yusuf sebagai Ketua BPK menyerahkan hasil pemeriksaan
tahunan yang dilakukan BPK atas APBN 1988/1989 kepada ketua DPR. Dalam acara
tersebut M Yusuf mengatakan bahwa lembaga yang dipimpinnya menemukan banyak
penyimpangan terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam pemakaian dana-dana
pembangunan.

Begitu sektor minyak dan gas meredup, awal tahun 1980-an Indonesia berpaling
pada kehutanan sehingga muncul istilah ‘Green Gold’ atau emas hijau. Ekspor
hasil hutan menjadi penghasil devisa nomor dua setelah minyak dan gas bumi. Dua
dari lima perusahaan pemegang hak pengusahaan hutan (HPH) swasta terbesar
menyerahkan sebagian saham dan pengelolaan pada keluarga Soeharto, yaitu
Kelompok Barito Pasific dan Kelompok Bob Hasan.

Tahun 1997 muncul krisis ekonomi yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang
sarat dengan KKN serta ketergantungan pada modal asing dan utang luar negeri.
Orde Baru yang dikomandani Jenderal (Purn) Soeharto akhirnya ambruk dengan
meninggalkan sistem koruptif yang kronis.

Masa Habibie (Mei 1998-September 1999)

Salah satu agenda kaum reformis yang menumbangkan Orde Baru adalah pemberantasan
KKN. Pemberantasan ini bermakna mengusut praktik KKN yang telah dilakukan oleh
Soeharto dan kroninya serta menciptakan pemerintahan yang bersih.

Beberapa perangkat hukum yang mengatur soal pemberantasan korupsi dan
menciptakan aparat pemerintahan yang bersih segera dibuat oleh Pemerintahan
Habibie. Misalnya Tap MPR No XI/MPR/1998 dan UU No 28 tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, UU No 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Antikorupsi), Inpres No 30 tahun 1998
tentang Pembentukan Komisi Pemeriksa Harta Pejabat, serta gagasan pembentukan
Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun Pemerintahan Habibie tidak berhasil menyeret
Soeharto ke pengadilan, justru menghentikan penyelidikan kasus tersebut lewat
Jaksa Agung Andi M Ghalib yang justru diduga kuat masyarakat sebagai koruptor.

Masa Abdurrahman Wahid (September 1999-Juli 2001)

Segera setelah dilantik menjadi Presiden RI, Abdurrahman Wahid melalui Keppres
No 44 tahun 2000 tanggal 10 Maret 2000 membentuk Lembaga Ombudsman yang
mempunyai wewenang melakukan klarifikasi, monitoring atau pemeriksaan atas
laporan masyarakat mengenai penyelenggaraan negara.

Berdasarkan kesepakatan Letter of Intent (LoI) antara Pemerintah RI dan IMF
serta pasal 27 UU No 31 tahun 1999 maka Kejaksaan Agung membentuk Tim Gabungan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). Tim Gabungan ini tidak berfungsi
secara efektif karena kedudukannya di bawah Jaksa Agung dan tidak diberikan
kewenangan yang luas dalam melakukan penyidikan dan penyelidikan kasus-kasus
korupsi.

Berdasarkan pasal 10 UU No 28 Tahun 1999, Presiden membentuk Komisi Pemeriksa
Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN). Muncul kontroversi karena proses seleksi
anggotanya tidak transparan dan mengabaikan partisipasi masyarakat, sehingga
muncul kesan adanya kepentingan parpol atau kelompok.

Pada tanggal 21 Mei 2001 pemerintah secara resmi mengajukan rancangan
undang-undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang memuat usulan penerapan
pembuktian terbalik pada pengungkapan kasus korupsi. Pembuktian terbalik perlu
diterapkan karena sistem pembuktian biasa yang selama ini dirasakan tak efektif
dan sangat memberatkan aparatur penyidik dalam melakukan penyidikan.

Pemerintah juga menyiapkan pembentukan Komisi Antikorupsi di bawah koordinasi
Dirjen Hukum dan Perundang-undangan, Departemen Kehakimanan dan HAM. Komisi ini
diharapkan terbentuk pada bulan Agustus 2001 (berdasarkan UU No 31 tahun 1999).
Sayang, Pemerintahan Abdurrahman Wahid sudah keburu jatuh, lagi-lagi karena
tuduhan perilaku korupsi, seperti Buloggate dan Brunaigate.

Syari’at Islam

Puluhan tahun perilaku koruptif di negeri ini tak tersentuh oleh hukum. Menurut
Romli Atmasasmita, Ketua Tim Persiapan Komisi Antikorupsi, sebenarnya ada satu
solusi yang bisa membuat koruptor jera, yaitu hukuman mati.

Wacana hukuman mati telah disepakati pemerintah dan DPR dalam UU Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (1999). Romli yang juga Dirjen Hukum dan
Perundang-undangan (Kumdang) Departemen Kehakiman pernah menyatakan bahwa
hukuman mati bisa diterapkan asal tidak sembarangan. “Hukuman mati bisa
dijatuhkan pada pelaku tindak pidana korupsi yang melakukan pengulangan
perbuatan (residiv), serta pelaku yang melakukan tindak pidana korupsi pada saat
bencana alam nasional, negara dalam keadaan bahaya, dan negara sedang krisis
moneter dan ekonomi,” ujarnya. Namun UU ini sulit menjadi efektif karena banyak
ditentang oleh praktisi dan ahli hukum dengan mengatasnamakan HAM.

Menanggapi hal itu pengamat hukum dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar,
Prof Achmad Ali memandang, hukuman yang berat merupakan salah satu faktor
penting dalam upaya pemberantasan korupsi. Dalam sebuah seminar di Makassar,
nominator anggota Komnas HAM ini sempat melontarkan pendapat bahwa koruptor
perlu dipotong tangannya atau dihukum mati. “Hukuman yang maksimal itu
dimungkinkan oleh undang-undang yang ada. Karena salah satu fungsi hukum memang
untuk menakut-nakuti warga masyarakat lain, sehingga mereka tidak ikut-ikutan
korupsi,” alasannya.

Achmad Ali lantas menganalogikan dengan pelaksanaan hukum potong tangan dalam
ajaran Islam. Dan terbukti, negara seperti Arab Saudi dikenal sebagai negara
yang bersih dari korupsi karena menerapkan syari’at Islam. “Hukuman potong
tangan itu tidak untuk semua pencuri, tetapi hanya untuk ‘pencuri kelas kakap’
yang namanya koruptor,” tegasnya.

Bisakah hukum Islam diterapkan di Indonesia? Achmad Ali menjawab, “Selama hukum
Islam secara konstitusional belum diberlakukan, tentu kita belum dapat
menerapkan hukuman potong tangan. Kalau rakyat memang menghendaki dan wakil
rakyat bisa memperjuangkannya secara konstitusional, kenapa tidak? Sekarang yang
penting, hukumlah seberat-beratnya!” (pam)

Sumber:
http://www.hidayatullah.com/2001/08/ihwal2.shtml
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/2001/08/10/0135.html

05 Desember 2009

Tanggungjawab Wanita Muslimah

Anda seorang Muslimah?
Selamatttt..............

Secara umum tanggung jawab wanita dan laki-laki sama dihadapan Allah yaitu beribadah kepada Allah. Melaksanakan fungsi kekhalifahan diatas muka bumi. Dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban dan mendapat balasan di akhirat terhadap apa yang telah dilakukannya selama hidup di dunia. (QS. annisaa 124) dan hadist “kullukum roo’in wakullukum masuulun ‘an ro’iyyatihi’…’

“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, Maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.”

Secara khusus tanggung jawab wanita muslimah tidak kalah sedikit dibanding kaum laki-laki. Bahkan adakalanya tanggung jawab wanita muslimah lebih besar daripada laki-laki, karena jika dirinci, akan terdapat jauh lebih banyak tugas wanita dibanding laki-laki. Hal ini dapat dilihat dalam pembagian periode kehidupan wanita muslimah.

Dua Periode Kehidupan Wanita Muslimah

A. Sebelum Menikah

Di antara keutamaan wanita muslimah sebelum menikah adalah menunaikan hak-hak kedua orang tuanya.Yang demikian itu karena merupakan perintah Al-qur’an dan Sunnah Nabi.

Berikut ini beberapa tanggung jawab wanita muslimah terhadap kedua orang tuanya :

a. Birrul walidain (berbuat baik kepada orang tua)

Allah azza wa Jalla memberikan kedudukan tinggi dan mulia kepada orangtua. Allah meletakkan kedudukan tersebut setelah kedudukan iman dan tunduk patuh padaNya.: (QS. An Nisa:36)

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh[294], dan teman sejawat, ibnu sabil[295] dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,”

[294] dekat dan jauh di sini ada yang mengartikan dengan tempat, hubungan kekeluargaan, dan ada pula antara yang muslim dan yang bukan muslim.

[295] Ibnus sabil ialah orang yang dalam perjalanan yang bukan ma’shiat yang kehabisan bekal. termasuk juga anak yang tidak diketahui ibu bapaknya.

Wanita muslimah yang menyadari petunjuk agamanya merupakan anak yang paling berbakti kepada kedua orangtuanya.Tanggung jawab ini tidak akan berhenti sampai menjalani hidup rumah tangga dan mengasuh putera-puterinya,akan tetapi terus berlanjut hingga akhir hayatnya. Hal itu merupakan wujud pengamalan Al-Qur’an .

Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wassalam menempatkan birrul walidain diantara dua amalan terbesar dalam Islam,yaitu shalat pada waktunya dan jihad di jalan allah.

Shalat adalah tiang agama,sedangkan jihad di jalan allah merupakan puncak tertinggi Islam.Lalu adakah kedudukan yang paling mulia yang diberikan Rosul selain kedudukan itu?

‘’Pernah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah yang membai’atnya untuk hijrah dan jihad dengan tujuan mencari pahala dari Allah.rosulu tidak menerimanya,akan tetapi bertanya :’apakah salah seorang dari kedua orang tuamu masih hidup?’.

Orang itu menjawab :”masih,bahkan keduanya masih hidup’.Maka rosul bersabda :” Bukankah engkau ingin mendapatkan pahala dari Allah Ta’ala?

Dia menjawab : “Benar”

Kemudian Rosul bersabda :”Kembalilah kepada kedua orang tuamu dan pergaulilah keduanya dengan baik ( Muttafaq ‘Alaih).

Sedangkan dalam riwayat Imam Bukhari dan Muslim disebutkan;

Ada seorang laki-laki yang datang dan meminta izin kepada Rosulullah untuk berjihad.Lalu Beliau bertanya:”

Apakah kedua orang tuamu masih hidup?”

Orang itu menjawab :”masih”

Maka Rosulpun bersabda :”Demi keduanya,berangkatlah berjihad”

Pada kisah pertama,bagaimana Rosulullah mendahulukan merawat orangtua yang sudah renta ketimbang berangkat berjihad,karena Rosul mengetahui orang tua laki-laki itu lebih memerlukan anaknya,sementara medan jihad masih ada orang lain,meski saat itu Nabi masih membutuhkan jumlah pasukan.

Hal lain yang harus menjadi perhatian adalah berbuat baik kepada kedua orangtua tetap dilakukan meski keduanya bukan muslim.Seperti yang dikisahkan dalam hadist berikut ini :

Asma binti abu Bakar r.a berkata : “Ibuku pernah mendatangiku,sedang dia seorang musyrik pada masa Rasulullah.Lalu aku meminta petunjuk kepada Rosul :”Ibuku telah datang kepadaku dengan penuh harapan kepadaku, apakah aku harus menyambung hubungan dengan ibuku itu ?” Beliau menjawab :” Benar, sambunglah hubungan dengan ibumu !” (Muttafaq ‘alaih).

Berbuat baik kepada orang tua juga berarti sangat takut berbuat durhaka kepada kedua orangtua dalam bentuk berkata kasar,nada suara yang melampaui suara orang tua, berkata ‘uf’ (ah),menyakiti hatinya,menganiaya fisiknya,tidak menghormatinya,tidak memuliakannya,termasuk membiarkannya bekerja keras sementara anak mampu untuk mengerjakannya.

Hendaknya wanita muslimah mendahulukan berbuat baik kepada ibu , kemudian kepada bapak. Pernah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah dan bertanya : “Ya Rasulullah,siapakah yang paling berhak saya pergauli dengan baik ?”

Rasulullah menjawab :”Ibumu”

Orang itu bertanya lagi :”Lalu siapa “

Beliau menjawab ::”Kemudian siapa lagi”

“Ibumu” demikian jawaban Rasulullah.

Beliau menjawab: “Bapakmu” (Muttafaq ‘alaih )

b. Menghormati Kerabat-Kerabatnya

Menghormati kerabat orang tua dari jalur ibu dan bapak seperti paman,tante,sepupu,dan seterusnya merupakan tanggung jawab wanita muslimah kepada kedua orang tua, yakni memelihara hubungan kekeluargaan.
(An Nisaa :1) :

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya[263] Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain[264], dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu.”

[263] maksud dari padanya menurut Jumhur Mufassirin ialah dari bagian tubuh (tulang rusuk) Adam a.s. berdasarkan hadis riwayat Bukhari dan muslim. di samping itu ada pula yang menafsirkan dari padanya ialah dari unsur yang serupa yakni tanah yang dari padanya Adam a.s. diciptakan.

[264] menurut kebiasaan orang Arab, apabila mereka menanyakan sesuatu atau memintanya kepada orang lain mereka mengucapkan nama Allah seperti :As aluka billah artinya saya bertanya atau meminta kepadamu dengan nama Allah.

Kedudukan menghormati dan berbuat baik kepada kerabat menempati kedudukan setelah berbuat baik kepada orang tua, (An-Nisaa :36)

c. Mendo’akannya

Di antara tanggung jawab wanita muslimah kepada orang tua adalah selalu mendo’akannya.

Dalam sebuah hadist diceritakan,bahwa ada orang tua yang bertanya-bertanya kepada Allah pada Hari Pembalasan karena mendapatkan ni’mat surga, lalu Allah menjawab bahwa itu karena do’a anaknya yang sholeh (Muttafaq ‘alaih).

Allah memberikan tuntunan bagaimana seharusnya seorang anak tidak melupakan orang tuanya dalam do’a. (QS. Al Israa:24)

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil.”

Mendoakan kedua orang tua adalah bentuk amal kebajikan yang tidak akan terhalang hingga di hari pembalasan. Dalam hadist shohih disebutkan bahwa salah satu diantara 3 amal manusia yang tidak putus setelah manusia meninggal adalah do’a anak yang sholeh.

Mendo’akan juga merupakan bentuk memperkuat hubungan ruhiyah antara anak dan orang tua kepada Allah. Bagi wanita muslimah ini sangat penting karena kelak ia akan memasuki kehidupan berikut sebagai seorang ibu.Sehingga ia menghayati betapa berartinya sebuah do’a.

d. Memohonkan Ampun Untuk Mereka

Sebagai manusia biasa, orang tua sangat mungkin banyak melakukan kekhilafan dan kesalahan.Hendaknya wanita muslimah memahami ini.Maka ketika mendo’akan mereka sertai dalam do’a permohonan ampun kepada Allah atas segala kehilafan dan kesalahan orang tua. Ketika seorang anak masih kecil, maka kedua orang tuanya selalu mendo’akan agar ia tumbuh besar sehat,cerdas,dan beriman. Do’a ini diucapkan dengan penuh kasih sayang tanpa putus. Maka sebagai bentuk kasih sayang anak kepada orang tua,sudah sepatutnya seorang anak juga mendo’akan bagi mereka,meski belum tentu berbanding nilai yang sama. (Hadits mendoakan mohon ampun kepada Allah untuk orangtua)

e. Menunaikan Janjinya

Wanita muslimah menunaikan janji kedua orangtuanya ketika orangtuanya telah meninggal.

Dikisahkan seorang wanita dari suku Juhainah yang datang kepada Nabi SAW, selanjutnya wanita itu bertutur,

“Ibuku pernah bernazar untuk menunaiknan ibadah haji tapi ia meninggal sebelum sempat menunaikannya. Apakah aku harus berhaji untuknya?” Nabi menjawab, “Ya, berhajilah untuknya, bukankah engkau mengetahui bahwa apabila ibumu mempunyai uang engkau akan membayarnya, karena itu tunaikanlah haji, karena hak Allah itu lebih wajib untuk dipenuhi.” (HR. Bukhari)

Dalam riwayat lain disebutkan wanita itu berkata,

“Ibuku mempunyai hutang puasa selama satu bulan, apakah aku harus menggantinya?” Nabi menjawab, “Berpuasalah untuknya,” (HR. Muslim).

Oleh karena itu penting bagi wanita muslimah mengetahui dan menunaikan janji termasuk hutang kedua orangtuanya. Sehingga dapat membebaskan kedua orangtuanya dari pertanyaan Allah di akhirat nanti.

f. Menyambungkan persaudaraan kerabat kedua orangtua.

Islam telah memberikan penghormatan terhadap kaum kerabat, mengajurkan melakukan hubungan kekerabatan dan sangat membenci orang yang menolak atau memutuskan hubungan kekerabatan.

Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah, Rasul saw. bersabda,

“Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk hingga ketika selesai menciptakan mereka itu kaum kerabat berdiri seraya berkata, “Ini adalah tempat kembalinya mereka yang kembali kepada-Mu setelah memutuskan silaturahim.”

Allah berfirman, “Benar, apakah engkau rela Aku menyambung tali persaudaraan denganmu dan memutuskan orang yang memutuskan tali persaudaraan denganmu.“ Kaum kerabat bertutur, “Tentu,” lalu Allah berfirman,”Yang demikian itu untukmu,” Kemudian Rasul bersabda,”Jika berkehendak bacalah ayat:(Surat Muhammad: 22 _ 23)

22. Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?

23. Mereka Itulah orang-orang yang dila’nati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka.

Melalui ayat tersebut Allah memerintahkan manusia untuk menyambung tali persaudaraan di antara kerabat. Hal ini dilakukan untuk memperluas kebaikan dan mewariskan keimanan pada Allah dalam hubungan kekerabatan. Bagaimana Rasulullah mencontohkan kepada keluarganya pada setiap kali memasak penganan agar dilebihkan untuk bisa dibagikan kepada kerabat Khadijah ra., ketika Khadijah sudah wafat.

B. Setelah menikah

Periode berikut dalam kehidupan wanita muslimah adalah setelah menikah, jika ia memasuki kehidupan berkeluarga untuk membentuk rumah tangga Islami.

Pada tahap ini, ada tiga bagian tanggung jawab besar :

1. Terhadap Suami

a. Taat pada suami

Ketaatan seorang wanita muslimah pada suaminya adalah perintah Allah ‘Azza wa Jalla. Dibalik perintah Allah ini terkandung keutamaan-keutamaan:

i. Masuk pintu surga dari pintu surga mana saja yang dikehendaki.

Menurut Rasulullah Sallalallahu ‘alaihi wassalam : “Apabila seorang wanita sholat lima waktu, shoum di Bulan Ramadhan,dan taat kepada suaminya maka ia berhak masuk surga dari pintu mana saja yang ia kehendaki.” (HR Ahmad dan Thabrani).

ii. Mendapat ampunan

“Burung-burung di udara, hewan di lautan,dan para Malaikat akan memohon ampunan kepada Allah bagi seorang wanita yang taat pada suaminya dan suaminya ridlo kepadanya.” (Muttafaqun ‘alaih)

Tentu saja ketaatan seorang isteri kepada suaminya selama suaminya mengajak kepada kebaikan dan tidak mengajak kepada ma’shiyat kepada Allah.. Sebagian Ulama berpendapat bahwa taat yang dimaksud adalah ketaatan ketika suami memanggil dan mengajak isteri.

Ingatlah para muslimah, para mahasiswi, kalian merupakan penentu generasi masa depan. . teladanilah muslimah terhebat sepanjang sejarah. . secerdas Aisyah, selembut Khodijah, Setegar Siti Hajar, dll. Dan mereka jauh lebih baik, lebih mulia daripada para artis Indonesia maupun artis luar negeri kita. .

Antara Pimpinan & Pemimpin

“Ketika bangsa ini tertatih-tatih, haruskah kita kehilangan banyak pemimpin..?”

Pemimpin dan pimpinan adalah dua kata yang seakan sama, namun memiliki dua makna yang berbeda. Ketika kita disuguhkan tentang pertanyaan manakah yang lebih baik maknanya, maka kemungkinan kita akan terlihat bingung untuk menentukan isinya.

Berbicara mengenai pemimpin atau pimpinan sudah barang tentu memiliki bawahan atau ada sesuatu yang di bawahnya, namun dalam segi pemahamannya maka akan berbeda jauh. Ketika kita bicara pemimpin maka akan tercipta sebuah stereotip yang sebenarnya harus berbeda dengan makna pimpinan.

Pimpinan memiliki pemahaman bahwa ia harus memimpin berdasarkan pengangkatan, dalam artian suka atau tidak suka bawahannya ia tetap menjadi orang yang memimpin suatu jabatan. Makna pemimpin adalah ia memimpin berdasarkan pengakuan oleh bawahan, dalam artian memang yang pantas memimpin.

Lalu apa hubungannya kita membahas pemahaman itu? dan apa konteksnya dengan kebangsaan? ada, dan ternyata ini adalah salah satu hal yang membuat kita tak bisa bangkit dari “keterpurukan”. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki wilayah yang besar dan memiliki keragaman budaya yang begitu besar. Bahkan saat ini sedang diperjuangkan untuk menjadi catatan dunia bahwa bangsa ini memiliki kebudayaan terbanyak di dunia.

Maka tak ayal lagi, kita pun sebenarnya harus segera sesadar mungkin untuk lakukan perubahan yang berarti bagi kemajuan bangsa. Berbicara pemimpin dan pimpinan, kita akan kembali kepada konteks “pendewasaan” peradaban. Dalam artian, tidak mudah menghasilkan pemimpin jika dibandingkan dengan pimpinan.

Seorang pimpinan entah itu memang “capable” atau tidak, mau tidak mau harus memimpin karena ia diangkat meski terkadang tidak memiliki jiwa pemimpin. Namun seorang pemimpin itu memang layak untuk di cari dan diperjuangkan. Mari kita coba berfikir sama-sama, apakah memang sudah banyak pemimpin di negeri ini, mari kita perhatikan hadits Rasulullah saw ini:

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabann ya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang suami adalah pemimpin terhadap keluarganya, dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang istri adalah pemimpin dalam rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawabann ya. Seorang pembantu adalah pemimpin terhadap harta majikannya, dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya.” (H.R. Bukhari dan Muslim )

Berbicara pimpinan bisa siapa saja untuk memimpin, namun yang harus kita kritisi adalah apakah memang dia pantas jadi pimpinan atau apa benar ia memiliki jiwa pemimpin? sebenarnya yang harus kita cari adalah pemimpin yakni orang-orang yang bertanggungjawab dengan segala kesadarannya untuk menjaga amanah yang diberikan kepadanya, yang berani mengambil resiko untuk kepentingan umum meski dirinya sendiri harus menderita.

Kondisi bangsa saat ini adalah krisis pemimpin dan bukan krisis pimpinan. Untuk menjadi pemimpin dibutuhkan waktu yang lama karena memakan proses, jika dibaratkan seperti emas yang terbenam dalm lumpur yang pekat maka harus segera di bersihkan agar memang ia terlihat sebagai barang yang berharga. Proses-proses menuju pemunculan pemimpin-pemimpin bangsa ini yang terkadang tidak jalan, betapa tidak banyak orang yang memang mau untuk lakukan itu.

Kita memang dijadikan untuk menjadi pemimpin seperti yang terkandung di dalam surat Al-Baqarah ayat 30, namun pada kehidupannya kita cenderung lupa bahwa kita itu pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban akan perbuatan-perbuatan yang kita lakukan di dunia. Pemimpin itu harus melakukan islah di muka bumi agar pengakuan kita terhadap Allah seperti yang tertuang dalam surah Al-A’raf ayat 172 mengenai kesaksian kita terhadap Allah sebagai Rabb menjadi benar-benar terealisir.

Bangsa ini sedang butuh pemimpin yang memang sesuai dengan pemahaman yang sama yakni akan dimintai pertanggungjawaban. Tidak ada kata-kata lagi yang harus dikedepankan selain, masihkah kita harus menunggu dipimpin oleh pimpinan yang bukan memiliki jiwa pemimpin? kita harus sama-sama bangkit dari keterpurukan dengan sadar bahwa kita itu pemimpin.

Syaikh Sayyid Quthub memberikan pemahaman bahwa seseorang akan meninggal jika rizkinya memang telah habis dan tugasnya telah selesai. Tugasnya telah selesai berarti kembali kepada pemahaman bahwa kita harus berusaha merdeka sesuai tafsiran surat Al-Imran ayat 110 yakni sebuah makna kemerdekaan yakni merdeka untuk menyatakan pendapat (amar ma’ruf), kemerdekaan untuk mengkritik yang salah (nahi munkar) dan kemerdekaan untuk beriman kepada Allah (Tafsir Al Azhar).

Seorang pemimpin harus berani tegakan amar ma’ruf nahi munkar dan menerima untuk dikritik, seorang pemimpin tidak akan berani berkata saya capek saya mau istirahat ketika memang belum terasa keadilan dan kesejahteraan yang dirasakan mayarakat.

Dan pemimpin itu tidak akan menjual keadilan hanya untuk kepentingan dirinya karena ia sadar bahwa Yasytaruna bi ayatil-lahi tsamanan qalila, sehingga meski emas sebesar dunia ini diberikan ia tidak akan goyah untuk takut melakukan amar ma’ruf nahi munkar.

Pemimpin itu harus menjadi pendengar setia dan penjaga keadilan untuk kesejahteraan rakyatnya sehingga rakyat menjadi merasa tentram dan melakukan yang terbaik karena memang mereka ikhlas dipimpin.

02 Desember 2009

ANDA ADALAH PEMIMPIN

“Kalian adalah pemimpin, maka kalian akan dimintai pertanggunganjawaban. Penguasa adalah pemimpin, maka akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Suami adalah pemimpin keluarganya, maka akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin (rumah tangga suaminya), maka akan dimintai pertanggungjawabannya. Pelayan adalah pemimpin (atas harta tuannya), maka akan dimintai pertanggungjawaban atas pengelolaannya. Oleh karena kalian adalah pemimpin, maka kalian akan dimintai pertanggungjawabannya.” (HR Bukhari-Muslim)

LeadershipSecara sederhana pemimpin sejati adalah mereka-mereka yang memiliki kemampuan menjelajahi hati pengikutnya. Hal itu ditandai dari kepemimpinannya yang apabila makin menempati posisi-posisi linggi, maka semakin tinggi pula kearifannya. Pemimpin semacam ini akan mampu membangkitkan kesadaran orang-orang yang dipimpinnya. Sehingga dengan kepemimpinannya akan membuat mau orang-orang yang dipimpinnya.

Adapun untuk memahami ini perlu diyakini bahwa bakat kepemimpinan itu sebenarnya tidak dilahirkan. Bakat tersebut muncul melalui keterampilan yang terus diasah dan ditumbuhkembangkan. Memang ada pemimpin yang hanya fasih berbicara. Namun sebelumnya, kalau ia tidak memiliki ilmu, ia tidak sering berlatih, maka bisa jadi kata-katanya terpeleset pada kesalahan. Begitu juga kalau ada seorang pemimpin yang berani. Kalau tidak sering-sering dilatih, maka keberaniannya suatu saat akan banyak berbuah kezaliman.

Seseorang bila disebut sebagai pemimpin cirinya dapat pula kita saksikan dari kematangan pribadi dan karyanya. Ia memiliki visi yang sangat jauh ke depan. Ia mampu menggali dan mensinergikan potensi. la iuga mampu memotivasi, bail lewat leteladanan maupun kata-katanya yang arif. Dan ini semua didapatkan melalui latihan-latihan yang memakan waktu cukup lama.

Di sini timbul pertanyaan, apa yang membedakan seorang pemimpin dengan manajer? Jawabannya adalah, pemimpin atau leader adalan orang yang bisa membangun semangat serta menumbuhkan ide dan gagasan bagi orang-orang yang dipimpinnya. Jadi, selain bekerja, pemimpin itu memiliki kemampuan menjadikan orang-orangnya kaya akan ide-ide segar.

Seorang pemimpin mampu menyuruh karyawan/anggotanya dengan menerapkan ide-ide orisinal yang ia telurkan, sehingga si karyawan yang disuruhnya tidak merasa disuruh. Sebaliknya, seorang manajer hanya berkemampuan mengarankan karyawan untuk bekerja dan menyelesaikan tugasnya dengan lebin baik.

Oleh sebab itu, untuk tampil menjadi seorang pemimpin, kita perlu mempunyai kesempatan menafakuri lingkungan sekitar. Pertama-tama, perlu membaca potensi diri. Setelah potensi diri dapat terbaca, baru meluaskan pengaruh dengan melihat potensi diluar diri.

Potensi-potensi ini, kalau tidak terbaca, suatu saat kelak ia akan tetap terpendam dan makin tak tergali. Padahal setiap orang di sekitar kita mempunyai pengalaman, mempunyai masa lalu. Mereka-mereka yang mempunyai pengalaman gagal di masa lalu sesungguhnya merupakan aset yang berharga. Karena, dengan bercermin dari kegagalan masa lampau, mereka akan lebih berhati-hati lagi dalam berusaha. Artinya, seorang pemimpin itu pada dasarnya adalah orang yang selalu belajar dan terus mengembangkan kemampuannya, sehingga ia menjadi contoh teladan bagi yang dipimpinnya.

Dalam hal ini, seandainya kita yang menjadi pemimpin, maka logikanya kita adalah contoh keteladanan. Orang-orang yang dipimpin akan mengikuti teladan pemimpinnya. Kalau pemimpinnya baik, rakyatnya selaku pengikut akan baik pula. Sebaliknya, kalau keteladanan pemimpinnya buruk, imbasnya ialah, rakyatnya pun ikut buruk.

Solusi setelah evaluasi mengenai kondisi kepemimpinan. Pemimpinnya harus ada kesadaran bahwa mereka adalah contoh buat rakyatnya, teladan bagi pengikutnya. Sehingga, kalau sudah merasa diri ini sebagai teladan, jangan pernah sedikit pun menyuruh orang lain sebelum menyuruh dirinya sendiri. Jangan pernah melarang orang sebelum melarang diri sendiri. Di sini berlaku, “Kabura maqtan indallahi an taquulu ma laa taf aluun“. Amat besar kemurkaan Allah buat orang yang berkata tetapi tidak mengerjakan apa yang ia katakan. Jadi seimbangkan antara kata-kata dan perbuatan.

Jika saat ini kita disanjung banyak orang, dipuji banyak khalayak, pada dasarnya itu bukan karena kecerdasan kita, juga bukan karena gelar kita. Demi Allah! itu terjadi karena Allah sendiri yang menutupi aib kita, kekurangan kita. Kalau kemudian itu dibeberkan oleh-Nya, apa jadinya diri kita ini. Mudah-mudahan solusi pertama ini menjadi kesadaran global.

Yang kedua. Sudah saatnya, program “bening hati” ini disosialisasikan pada semua pihak. Tentunya dikerjakan secara sistematis berkesinambungan. Agar semua pihak punya pemahaman bahwa kebahagiaan hidup, kesuksesan hidup itu sebenarnya didirikan diatas fondasi kemuliaan akhlak. Sebab, kemuliaan itu bukan dilihat dari kehormatan orangnya, bukan dari kedudukannya atau hartanya yang banyak, tetapi dari kualitas akhlak orangnya. Nah, kalau program ini telah membudaya, bisa membuat semua orang lebih berpikir ke arah hakikat hidup yang sebenarnya, yang pada intinya berangkat dari kebeningan hati.

Jika yang pertama adalah contoh keteladanan dan yang kedua adalah pembinaan yang sistematis dan berkesinambungan. Maka yang ketiganya, semua itu harus dipelihara dengan sistem yang kondusif. Di mana sistem ini dibangun oleh orang-orang yang telah memperhatikan hatinya. Hasilnya akan terlihat dari produk yang mereka hasilkan. Misalnya, perundangan-undangan atau peraturan yang mereka keluarkan justru membuat keadilan makin tegak. Orang enggan untuk berbuat buruk karena adilnya peraturan yang dibuat oleh orang-orang yang memiliki keteladanan perilaku yang tinggi yaitu kemuliaan akhlak. Disini keadilan tegak tanpa kebencian.

Yang Terakhir, yang patut benar-benar kita perhatikan sesudah ketiganya terpenuhi adalah membangun dengan “kekuatan ruhiyah.” Sebab dengan kekuatan ini kita punya sandaran yang teguh, kokoh dan Maha Kuat, Yaitu Allah SWT. Kita ini, Laa hawla wa laa quwwata ilia billah. Kekuatan untuk membangun ada pada kekuatan yang dititipkan Allah pada kita. Untuk itu, setiap ada Kesulitan sekecil apa pun, atau sebesar apapun, akan ringan kalau dikembalikan pada-Nya.

Dengan begitu, mudah-mudahan kita akan dibimbing-Nya untuk tahu bagaimana mendaya-gunakan amanah yang ada. Semoga kita dapat membangun kebersamaan yang menumbuhkan “kekuatan ruhiyah” tersebut. Wallahua’lam.

01 Desember 2009

Menjadi telaga atau Samudra

Di pedalaman hutan yang jauh, ada telaga. Kerimbunan pepohonan memayungi tepiannya dan kerapatan perdu menyembunyikannya. Beberapa ekor rusa merapatkan kaki, beberapa ekor burung mengayam sarang, dan beberapa serangga berimpit-impitan. Beberapa pucuk daun jatuh menyapa permukaan, dan telaga itu beriak-riak kecil. Terdengar keributan kera atau raungan anjing hutan, tetapi Cuma sayup-sayup. Suara yang paling nyata dari telaga hanya desiran angin di atasnya. Atau, bunyi katak terjun menyelami kedalamannya. Atau, sama sekali lenggang angin istirahat bersama terlelapnya setiap hewan dan manusia.
Telaga itu begitu tenang, Cuma ada riak-riak saja. Permukaannya bening membuat langit dan seisi alam di sekitarnya dapat berkaca.

Telaga itu dimana? Di buku-buku dongeng para peri tempat putri hutan mengaso bersama kupu-kupu dan kelinci atau di antara legenda ujung pelangi tempat para bidadari turun mandi. Atau di legenda pewayangan tempat para tokoh memulai tapa brata?

Telaga itu dimanapun, ada sungguhan atau pun tidak ada, sering menjadi demikian nyata dalam bayangan imajinatif manusia. Karena ketersembunyainnya, kesahajaan dan ketenangannya. Tentu saja, telaga adalah yang dicari oleh pengelana yang letih. Yang terletak jauh di balik hutan. Jauh di balik bumi. Jauh di balik hati.

Telaga, Siapakah? Jika anda sedag lelah, telaga menjanjikan tempat istirahat, jika anda sedang haus didera terik, telaga adalah kesejukan air dan semilir angin, dan jika tengah terasa hampa, telaga adalah cermin tempat di temukannya kembali keindahan makna-makna. Telaga sendiri adalah sunyi yang cukup dengan dirinya sendiri. Ketika anda sedang kehilangan oriebtasi dan sepi di tengah keramaian.

Personifikasi telaga, bisa bermacam-macam, bisa orangtua, pasangan hidup atau sahabat. Sebagian adalah tamsil yang nyata tentang telaga, sebagian lagi dari mereka juga adalah orang-orang yang menuntut agar telaga terpersonifikasikan senyata-nyata nya.

Berbagai konstruksi nilai adat hingga cerita kartun mendukung tuntutan bahwa seorang gadis, sebagai perempuan harus dihiasi rasa malu sedemikian rupa sehingga dia merasa jauh lebih aman dan benar menyelinap di balik tembok daripada berdiri di depan mendiskusikan ilmu. Seorang gadis yang perempuan haruslah menjadi telaga di tengah hutan, yang tidak terusik oleh siapapun, tersembunyi, dicari dan sejuk dihampiri.

Seorang gadis, karena seperti semua manusia, telah menerima tiupan ruh secara kodratimemang harus menjadi pewaris kebeningan hati. Dia harus menyederhanakan puluhan kalimat menjadi satu dua kata, memeras kata-kata menjadi makna, dan membagikannya seperti segelas sirup dingin kepada yang dahaga. Dia harus menjadi sumber ketenangan karna Pada wanita diamanatkan cinta, yang tulus, yang memberi tanpa pamrih. Yang tidak mengambil kecuali ala kadarnya, yang tenang menenangkan. Seperti telaga.

Namun, ketelagaan manusia tentu tidak ada di balik bajunya, ketelagaan seorang manusia ada di balik hatinya. Dan, betapa kecilnya telaga itu. Ia dapat saja kering ketika kemarau panjang mendera dan sebagian telaga pun melepaskan airnya ke laut.
Karnanya, biarkan saja gadis itu kini lelah menjadi telaga. Dia jujur dan mengenali kelelahannya, itu yang lebih penting. Dia pun tidak wajib menyodorkan air sirup, tetapi juga berhak meminta sirup. Selain itu, menjadi telaga bukan akhir dari sebuah proses menjadi.

Samudra itu luas, kandungannya banyak. Manusia-manusia mencari ikan di dalamnya, berlayar di keluasannya, mencari mutiara di kedalaman samudranya, mengebor minyak bumi di lepas pantainya, dan membangun kota-kota pelabuhan di tepinya. Para penemu benua baru mengalami proses pematangan mental terpenting di dalam hidupnya ketika mengarungi keluasannya.

Memang, samudra tidak setenang, sejernih dan semenawan telaga yang indah karena kecilnya, tetapi sering membuat orang terperangah atau bahkan kecut karena keluasannya. Jika badai terjadi, kapal-kapal kecil di tengah samudra tinggal menunggu kehancuran. Jika badai raksasa bergulung sampai pantai, bahkan kota-kota di pinggirnya pun bisa hilang dalam sekajab. Namun, telaga juga bisa kering dan penduduk di sekitarnya sakit mati kehausan kelaparan.

Jika telaga ada di balik hati, samudra kemanusiam tampaknya susah untuk di tunjuk oleh sebuah kalimat. Ini lantaran keluasan dan kedalamannya. Seorang yg ikhlas menemukan samudra di ujung amal kesehariannya yang diniatkan tulus karena Allah. Namun, seorang perindu Tuhan dapat juga menemukan samudranya bersamaan dengan kehadiran seorang yang ikhlas menerimanya.

Samudra itu muncul bersama kehadiran seorang, ibu, perempuan, lelaki bahkan anak usia balita. Karenanya, samudra kemanusian amat berdimensi Ilahi. Bahkan dalam tingkat kesujudan tertentu, samudra kemanusiaan adalah allah sendiri.

Menyamudra, adalah proses tanpa akhir karena khirnya adalah itu sendiri. Menyamudera juga adalah proses yang lebih jujur sekaligus dinamis dan menantang daripada menjadi telaga. Karena ketika itu, manusia tidak lagi sedang bersolek, tetapi sedang berjalan menuju-NYA.

( Miranda Risang Ayu )

Berpacu Melawan Waktu

Ngomongin soal waktu sebenarnya udah sering banget dibahas ya? Sebab, setiap dari diri kita masing-masing pasti udah punya sistem management sendiri dalam mengatur kebiasaan hidup kita. Jadi sebenarnya kalo mau disamakan modelnya agak susah. Tapi yang terpenting dalam mengatur waktu adalah pastikan sesuai dengan tujuan dan tak ada waktu yang disia-siakan begitu saja. Sebab, waktu ini akan terus berjalan. Sang waktu nggak perlu minta ijin sama kita yang lagi bengong, main gaple, main gim, ngobrol nggak jelas, dan aktivitas miskin manfaat lainnya atau malah yang maksiat.

Waktu bakalan terus berlari meninggalkan kita yang aktif maupun yang nggak pernah bergerak sedikit pun. Sering tak terasa, waktu seminggu sangat cepat, itu kita tahu setelah kita melewatinya. Bagi kita yang melewatinya dengan banyak amal baik insya Allah menjadi tabungan pahala kita kelak. Tapi bagi kita yang melewati hari demi hari dalam seminggu itu hanya dengan bengong dan bertopang dagu saja, rasa-rasanya sangat rugi, apalagi kalo melakukan maksiat, ruginya berlipat-lipat.
Allah berfirman dalam al-Quran:
وَالْعَصْرِ. إِنَّ الإِْنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS al-‘Ashr [103]: 1-3)

Waktu tak akan kembali
Masih ingat nggak lagunya Raihan yang terinspirasi dari hadis Rasulullah saw. tentang waktu? Yup, gini nih penggalan syairnya: “Gunakan kesempatan yang masih diberi moga kita tak akan menyesal/Masa usia kita jangan disiakan, kerana ia tak ‘kan kembali/Ingat lima perkara sebelum lima perkara/sehat sebelum sakit/muda sebelum tua/kaya sebelum miskin/lapang sebelum sempit/hidup sebelum mati.”

Yup, benar banget. Waktu punya karakter nggak bisa dikembalikan. Terus aja berlalu nggak peduli sama kita. Apa pernah kepikiran kita ingin meng-UNDO seperti pada program komputer? Waktu nggak bisa dikembalikan seperti ketika kita main internet dengan cara mengklik tombol BACK agar bisa mengulangi mengeksekusi sebuah situs web misalnya. Nggak. Waktu itu boleh dibilang hanya sekali jadi. Itu sebabnya, tugas kitalah yang kudu pandai memilih dan memilah dalam memanfaatkan waktu.

Memang waktu adalah semacam ukuran yang kita sepakati bersama. 1 detik, 1 menit, 1 jam, 1 hari, 1 minggu, 1 bulan, 1 tahun, 1 windu, 1 dasawarsa, 1 abad, dan seterusnya. Itu adalah ukuran-ukuran untuk memudahkan kita mengerjakan segala urusan kita. Adanya batasan waktu adalah agar kita mau mengaturnya dengan baik. Percuma banget kan kalo kita udah dikasih jadwal, udah sepakat dengan waktu yang dibuat, ternyata kita melanggar sendiri kesepakatan tersebut dengan tidak mentaatinya sesuai urutan waktu dan target.

Kalo bicara untung-rugi, tentu bagi kita yang nggak bisa memenuhi semua aturan itu akan rugi karena bisa jadi malah nggak melakukan apa-apa selama waktu yang sudah ditentukan kecuali melakukan kesia-siaan saja yang memang bukan sesuatu yang seharusnya dilakukan.

Nah, pada saat inilah kita udah kehilangan banyak waktu. Tentu saja waktu tak akan pernah balik lagi ngasih kesempatan buat kita untuk melakukan yang telah kita tinggalkan tersebut. Yang bisa dilakukan kita paling banter adalah memperbaiki pada kesempatan berikutnya. Tapi tetap tidak mengubah kondisi balik ke belakang. Karena yang terjadi adalah kita memperbaiki pada waktu yang lain dan selama itu pula kita udah kehilangan banyak kesempatan. Aduh, nggak banget deh!

Nggak percaya? Bayangannya gini nih. Bagi kita yang nggak naik kelas tahun ini karena malas belajar, maka itu kondisi saat ini yang nggak bisa berubah. Tetep nggak naik kelas. Status kita tetap tinggal di kelas sementara teman yang lain udah di kelas berikutnya. Padahal itu terjadi dalam satu waktu, yakni pada kesempatan yang sama. Ya, sekarang ini. Kita insya Allah bisa naik kelas tapi itu terjadi nanti pada tahun depan. Beda kan? Jadi jangan main-main dengan waktu ya. Waktu nggak bakalan kembali lagi. Sekali jadi. So, jangan sampe kita merugikan diri kita sendiri gara-gara nggak bisa memanfaatkan waktu. Sumpah!

Guys, seringkali kita merasa bahwa waktu begitu cepat berlalu. Kayaknya singkat banget. Apa karena kita saking asyiknya menikmati hidup? Hmm.. bisa jadi itu emang faktor perasaan kita. Karena terlalu nikmat hidup di dunia. Tapi ingat juga lho, bahwa ada juga di antara teman kita yang sangat boleh jadi waktu berjalan sangat lambat. Misalnya, bagi orang yang berada di penjara, yang aktivitasnya nggak banyak dan muter di situ terus, waktu terasa berjalan lambat kayak keong.

Waktu yang berjalan terasa cepat selain menunjukkan betapa nikmatnya hidup di dunia, juga menunjukkan bahwa kita semangat menjalani hidup. Banyak kegiatan kita lakukan, banyak janji kita buat, banyak prestasi yang terus kita raih, sehingga tak ada waktu untuk melamun ngeliatin jam berputar. Karena justru kita seolah sedang berlari melangkahi hari-hari berpacu dengan putaran jarum jam atau hentakan detik penanda waktu digital. Barangkali ini yang membuat kita merasakan waktu berlalu begitu cepat.

Hikmahnya, jangan sia-siakan waktu yang terus berjalan cepat ini dengan kegiatan yang miskin manfaat, atau malah bertabur maksiat. Kita nggak bisa balik lagi ke waktu tersebut. Yang bisa adalah memperbaiki dan itu butuh waktu lagi. Sementara mereka yang taat mengatur waktu dengan baik, akan menuai hasil yang bagus pada waktu yang sama dengan yang kita gunakan untuk kegiatan percuma.

Oya, karakter waktu yang cukup unik lainnya adalah bahwa waktu geraknya berbanding lurus. Semakin banyak waktu yang disediakan untuk hidup kita, maka sebanyak itu pula waktu yang diberikan. Itu sebabnya, setiap orang yang berbeda usia nggak bisa balapan soal umur. Jatahnya udah jelas dan dikasih sama. Tapi tetap sesuai start saat memulai hidup di dunia. Nah, karena nggak bisa balapan soal umur, pernah ada anekdot ketika seorang pemuda yang hendak menikahi seorang gadis pujaannya yang berusia lebih muda 3 tahun darinya. Tapi ayah si gadis nggak setuju lalu memberi alasan: “Boleh kamu menikah dengan anak saya, tapi nanti saat umur kamu dan anak saya sama”. Gubrak!

Sobat, waktu terus berjalan seiring dengan bertambahnya usia kita. Itu sebabnya, kita nggak bisa minta ijin, misalnya mo cuti dulu dari bertambahnya usia ketika kita lagi tidur atau ngobrol dan main gim. Usia kita dari detik ke detik terus bertambah. Meskipun kita lagi nggak beraktivitas. Itu sebabnya, jangan mentang-mentang masih muda terus kita merasa masih banyak waktu untuk nanti. Sehingga merasa waktu tersebut harus kita habiskan untuk aktivitas yang kita sukai dan senangi saat ini namun dalam pandangan Islam miskin manfaat. Itu artinya kita menghamburkan kesempatan yang diberikan hanya untuk hal-hal yang remeh-temeh, gitu. Nggak banget deh. Sebab, seharusnya yang kita upayakan dalam setiap detik itu harus bernilai ibadah di hadapan Allah Swt. Setuju kan?

Memanfaatkan waktu
Waktu itu sebenarnya nggak bisa dijinakkan. Kalo kuda liar kita latih jadi baik insya Allah bisa. Tapi soal waktu, kita berbuat baik atau nggak, tetap aja jalan. Nggak peduli sama kita dan lurus-lurus saja. Nah, mungkin yang diperlukan itu adalah bagaimana kita memanfaatkan waktu dengan efektif.

Bagaimana caranya? Pertama, biasakan kita membuat agenda harian. Diurut prioritasnya dari yang sangat penting, kemudian penting, dan biasa. Misalnya sekolah/kuliah tentu menjadi prioritas utama, kemudian ke warnet, barangkali dianggap penting karena misalnya mencari bahan untuk tukul alias tugas kuliah, kemudian yang terkategori biasa misalnya pergi main ke rumah teman. Nah, utamakan yang sangat penting terlebih dahulu baru kemudian yang terakhir yang terkategori biasa.

Kedua, kita harus komitmen dengan apa yang udah kita buatkan jadwalnya. Karena kebiasaan banyak dari kita adalah menulis semua agenda, tapi nggak dikerjakan. Akhirnya malah keleleran. Ketiga, buat target. Ini penting. Apalagi jika yang akan dilakukan adalah “proyek besar” untuk masa depan kita. Jadi harus dibuat batasan waktunya, sehingga rencana yang sudah dibuat itu akan direalisasikan sesuai urutan waktu dan ukuran tahapan tingkat pencapaiannya. Jangan lupa, pastikan selalu ada evaluasi, agar dari waktu ke waktu lebih baik lagi.

Gimana kalo kita lagi malas ngapa-ngapain, apa malas bisa dikategorkan sebagai pembunuh kesempatan? Hmm… rasa malas itu saya pikir manusiawi kali ya. Soalnya semua orang kayaknya pasti pernah merasakan malas. Itu sebabnya, Rasulullah saw. juga mengajarkan doa agar kita meminta kepada Allah Swt. untuk dihilangkan dari penyakit malas. Maka, kalo pun rasa malas itu mendera kita, pastikan kita bisa mengendalikan diri.

Caranya? Jangan terlena dan jangan mengampuni diri sendiri bahwa rasa malasnya itu adalah manusiawi. Nggak gitu. Tapi cari akibatnya, mungkin malas karena capek, maka kita bisa atur waktu dan kegiatan lainnya supaya nggak kecapekan. Ketika malas ngapa-ngapain dan akhirnya malah main gim dengan tujuan untuk refreshing silakan saja. Tapi jangan keterusan. Ingat waktu terus berjalan meninggalkan kita. Kalo udah hilang penat dan stresnya segera berhenti main gim. Setelah itu, ya kembali kepada pekerjaan yang harus diselesaikan.

Oya, sekadar berbagi aja, kebiasaan saya dalam mengatur dan memanfaatkan waktu sejujurnya memang masih banyak kekurangannya. Tapi setidaknya saya berusaha menekan diri sendiri untuk terus komitmen pada setiap kegiatan yang waktunya sudah dialokasikan. Jadi saya biasanya membuat jadwal yang saya tulis di buku agenda, di ponsel saya, di organizer program komputer, atau di kertas styrofoam yang ditempel di dinding. Agenda harian, mingguan atau bulanan. Baik yang rutin maupun yang tertentu pas ada momen spesial aja. Untuk kegiatan menulis buku, saya biasanya pake target, sehingga ada alat ukur tingkat pencapaiannya. Itu aja sih yang biasa saya lakukan. Mungkin bisa menjadi inspirasi teman-teman yang sempat baca artikel ini.

Sobat, di dunia ini kita berpacu dengan waktu, maka tingkatkan kualitas perbuatan kita, syukur-syukur bisa lebih banyak kita lakukan. Tentu perbuatan yang benar dan baik sesuai tuntunan Allah dan RasulNya. Untuk apa? Ya, untuk masa depan kita di dunia dan di akhirat. Insya Allah. Sebab, jangan sampe umur kita habis, tapi kita banyak maksiatnya. Kematian itu nggak bisa kita ketahui kapan datangnya. Jadi, harap diingat, Malaikat Izrail nggak bakal kirim “pesan kematian” kepada kita melalui SMS dengan bunyi: “Maaf, masa aktif hidup Anda akan segera habis. Sudah terlalu banyak dosa Anda di buku catatan akhirat. Sehingga saldo iman berkurang. Segera isi ulang iman Anda sebelum nyawa Anda diblokir.” Hehehe.. kalo dikasih tahu gitu sih enak dong.
Yuk, mumpung masih diberikan waktu, kita manfaatkan untuk beramal baik. Kita sama-sama berusaha menjadi yang terbaik di hadapan Allah Swt. Keep istiqamah dan tetap semangat!

Menuju Surga dengan Cinta

eramuslim - Setiap individu pasti akan merasai cinta dan mencintai sesuatu. Cinta adalah perasaan halus yang dimiliki hati setiap manusia, dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam Islam, cinta merupakan masalah utama dalam kehidupan dunia dan akhirat. Ini karena Islam sendiri merupakan agama yang berasaskan cinta. Sabda Rasullulah SAW.: "Tiga perkara yang apabila terdapat pada diri seseorang maka ia akan mendapat manisnya iman, yakni: Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada yang lain; mencintai seseorang hanya karena Allah, dan benci untuk kembali kepada kekafiran sebagaimana ia tidak suka dilemparkan ke dalam neraka" (HR. Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itulah Islam menyeru kepada cinta, yaitu cinta kepada Allah, cinta kepada Rasulullah, cinta kepada agama, cinta kepada aqidah, juga cinta kepada sesama makhluk, sebagaimana Allah menjadikan perasaan cinta antara suami istri sebagai sebagian tanda dan bukti kekuasaan-Nya, firman Allah SWT: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (QS. Ar-Ruum: 21).

Jelaslah bahwa cinta adalah tanda kehidupan ruhani dalam aqidah orang mukmin, seperti halnya cinta juga menjadi dasar dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Selain itu, iman dalam Islam ditegakkan berdasarkan cinta dan kasih sayang, sebagaimana terlukis indah dalam sabda Rasulullah SAW : "Demi Dzat yang diriku ada di tanganNya, kamu tidak akan masuk syurga sehingga kamu beriman, dan kamu tidak akan beriman dengan sempurna hingga kamu saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang jika kalian lakukan kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian." (HR Muslim)

Dalam hadist diatas, Rasullulah SAW menegaskan bahwa jalan menuju ke syurga bergantung kepada iman, dan iman bergantung kepada cinta. Maka cinta adalah syarat dalam iman, rukun dalam aqidah, dan asas dalam agama.

Cinta dalam Islam adalah kaidah dan sistem yang mempunyai batas. Ia adalah penunjuk ke arah mendidik jiwa, membersihkan akhlaq serta mencegah atau melindungi diri daripada dosa-dosa. Cinta dapat membimbing jiwa agar bersinar cemerlang, penuh dengan perasaan cinta dan dicintai.

Sayangnya dalam kondisi saat ini, cinta yang lahir cenderung penuh hawa nafsu dan menyimpang daripada tujuan murni yang sebenarnya. Setiap saat, setiap hari kita dibuai dengan lagu cinta, dibuat terlena dengan tontonan kisah cinta yang menghanyutkan kita ke dunia khayal yang merugikan. Kini bahkan banyak yang menyalahartikan makna cinta sebenarnya, sehingga terdorong melewati batas pergaulan dan tatasusila seorang mukmin.

Untuk itu, renungkanlah sejenak hakikat kehidupan kita di dunia. Rasullulah SAW bersabda: "Tidak sempurna iman salah seorang dari kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai diri sendiri." Juga sabda Rasulullah, "Barang siapa ingin mendapatkan manisnya iman, maka hendaklah ia mencintai orang lain karena Allah." (HR Hakim dari Abu Hurairah).

Aksi tuntut Profesionalisme dan Transparasi Birokrasi

Kampus Terlalu Obral Janji, Mahasiswa STAIN Demo
Jumat, 13/11/2009 11:00 WIB - fii

SUKOHARJO (Joglosemar): Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (Stain) Surakarta melakukan aksi unjuk rasa, lantaran birokrasi kampus yang tidak transparan dan tidak profesional.
Aksi demo ratusan mahasiswa tersebut merupakan puncak dari audiensi antara mahasiswa dengan birokrasi beberapa waktu yang lalu, yang menemui jalan buntu.
Unjuk rasa diikuti oleh mahasiswa yang tergabung dalam BEM, BEM Jurusan serta seluruh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Dalam aksinya, mereka berkeliling ke setiap ruang kelas untuk mengajak mahasiswa yang lain turut serta mendukung aksi unjuk rasa.
Setelah para demonstran berkeliling untuk mencari masa, aksi pun dilanjutkan dengan melakukan orasi di depan kantor Rektorat. Unjuk rasa diwarnai pula dengan aksi teatrikal, yang dua orang sedang terlibat dalam adegan pemukulan.
Drama tersebut menggambarkan adanya penindasan mahasiswa oleh pihak birokrasi. Namun aksi mahasiswa tersebut tidak ditanggapi oleh pihak birokrasi, terbukti pihak birokrasi tidak menemui para demonstran yang menanti di luar Rektorat. Perwakilan mahasiswa memasuki Rektorat untuk kembali menyampaikan tuntutannya kepada birokrasi.
Koordinator lapangan, Nasmi menjelaskan bahwa pihak birokrasi kampus terlalu banyak janji kepada mahasiswa, namun realisasinya nihil. Ia mencontohkan, mahasiswa ditarik uang senilai Rp 300.000 untuk pembuatan gedung pusat pengembangan pengetahuan bahasa asing (P3BA). Namun hingga sekarang dibiarkan kosong, sehingga tidak ada kejelasan fungsi.
Contoh lainnya, ruang auditorium yang mestinya digunakan untuk menunjang kegiatan mahasiswa, justru disewakan untuk umum. Transparansi keuangan di birokrasi juga menjadi sorotan para mahasiswa.
Sementara itu, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STAIN, Arif Priyanto dalam orasinya mengatakan, aksi tersebut merupakan gerakan riil dengan menggalang kekuatan untuk mengingatkan kampus. “Lembaga telah gagal dalam hal transparansi keuangan, dan kami para mahasiswa hanya diberi janji-janji,” ujarnya.
Omong Kosong
Di samping keuangan yang tidak transparan, para mahasiswa juga mempersoalkan pelayanan perpustakaan yang tidak maksimal serta adanya komersialisasi sarana prasarana kampus dengan alokasi yang tidak jelas.
Realisasi program komputerisasi yang dijanjikan tahun lalu kepada seluruh lembaga kemahasiswaan hanya omong kosong, karena sampai sekarang belum bisa terwujud. Serta dianggap lemahnya perhatian kampus terkait sarana dan prasarana olah raga bagi mahasiswa, dalam hal ini berlawanan dengan janji dari Birokrasi.
Terkait permasalahan tersebut hari ini ditargetkan 200 mahasiswa untuk melakukan aksi untuk mengkritisi kebijakan dari birokrasi, tambahnya. (fii)

Liputan Media aksi BEM STAIN KPK &POLRI

Sorot kasus KPK Vs Polri, STAIN demo

By indah septiyaning (solopos) on 7 November 2009 | 20:18

Sukoharjo (Espos)–Puluhan mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Surakarta menggelar aksi demonstrasi di bundaran perempatan Kartasura, Sabtu (7/11).

Hal tersebut dilakukan sebagai ungkapan rasa tidak percaya kepada Presiden , Polri dan Kejaksaan Agung terkait kasus Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).

Berdasarkan pantauan Espos, long march dilakukan dari kampus memutar ke arah Polsek Kartasura dan menuju bundaran Perempatan Kartasura. Mereka sempat beberapa saat menggelar orasi di Polsek Kartasura sebagai ungkapan rasa kecewa atas kinerja Polisi dalam hal penyidikan yang dilakukan.

Dalam aksi tersebut mereka membawa keranda mayat yang terbuat dari kayu. Di atas keranda mayat itu yang diartikan sebagai ungkapan kematian di tubuh Polri. Menurut Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STAIN Surakarta sekaligus Koordinator Aliansi, Arif Priyanto, ada 60 mahasiswa yang terjun ke jalan menyuarakan aspirasi masyarakat terkait polemik kasus KPK dan Polri.

“Ada lima tuntutan yang diajukan mahasiswa di antaranya berantas mafia peradilan hingga ke akar-akarnya,” paparnya di sela-sela aksi demonstrasi.

Puncak aksi demonstrasi tersebut mahasiswa membakar keranda mayat di pelataran bundaran Kartasura, hal itu menjadi lambang rasa miris atas perkembangan dunia peradilan yang dinilai goyang dan terintervensi dari berbagai pihak. Dia menambahkan, harus ada reformasi di tubuh Kepolisian maupun Kejaksaan Agung, dan mengisi pucuk pimpinan lembaga itu dengan personal yang mumpuni.
 

About

Site Info

Text

Badan Eksekutif Mahasiswa STAIN SKA Komitmen Berjuang dan Melayani Copyright © 2009 Community is Designed by Bie